( Rattus argentiventer Rob & Kloss)
Pada persemaian sampai tanaman fase vegetatif, populasi tikus umumnya masih rendah dan kepadatan populasi meningkat pada fase generatif. Di lahan yang ditanami padi secara terus menerus (2 kali/tahun) puncak populasi akan terjadi 2 kali, yaitu pada saat tanaman fase generatif. Di lahan yang ditanami padi 1 kali/tahun, puncak populasi hanya terjadi 1 kali, yaitu fase generatif.
Pada saat tanaman fase generatif, kebutuhan gizi tikus jantan belum terpenuhi, untuk membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi saat primordial dan terus berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60 hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 28 hari. Masa bunting berlangsung selama 19 – 23 hari. Dua hari setelah melahirkan, tikus betina mampu kawin lagi.
Jumlah anak berkisar 2 – 18 ekor/induk/kelahiran :
-
kelahiran I : 6 – 18 ekor/induk
-
kelahiran II s.d VI : 6 – 8 ekor/induk
-
kelahiran VII, dst : 2 – 6 ekor/induk
Secara teoritis dari 1 pasang tikus dapat menjadi + 2.000 ekor dalam waktu 1 tahun.
Pada saat tanaman fase vegetatif, tikus hidup soliter dan diluar liang, sedang pada fase generatif, tikus hidup berpasang-pasangan dan tinggal di dalam liang.
Pada saat tanaman fase vegetatif, konstruksi liang dangkal dan tidak bercabang-cabang. Setelah fase generatif, liang dibuat lebih dalam, lebih panjang, bercabang-cabang dan mempunyai pintu lebih dari satu. Persawahan dengan pematang yang sempit (lebar <>.
Luas wilayah dan jarak jelajah harian tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan dan populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah, (fase generatif tanaman), jelajah hariannya pendek (50 – 125 m) dan bila sumber pakan sedikit (fase pengolahan tanah sampai dengan akhir vegetatif) jelajah harian panjang (100 – 200 m). Migrasi tikus mencapai 1 – 2 km. Tetapi bila daya dukung wilayah menjamin, tikus tidak akan bermigrasi. Untuk kelangsungan hidupnya, tikus memerlukan pakan, air dan tempat persembunyian.
Keberadaan tikus di lapang dapat diketahui dengan cara pengumpanan tanpa racun yang dipasang minimal sebanyak 20 titik umpan/ha atau pengamatan jejak dan jalan lintas tikus.
Pengendalian tikus harus sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai anakan maksimum. Cara-cara pengendalian yang diterapkan adalah sebagai berikut :
a). Tanam serentak
Penanaman serentak dalam areal luas. Berdasarkan daya jelajah migrasi tikus sampai 2 Km, maka penanaman serentak hendaknya meliputi luas + 300ha. Keserentakan diartikan sebagai serentak memasuki fase generatif, dengan selang waktu kurang dari 10 hari. Dengan tanam serentak, pertumbuhan populasi tikus dapat dideteksi lebih mudah dan upaya pengendaliannya juga dapat direncanakan dan dilakukan dengan lebih baik.
b). Minimalisasi ukuran pematang dan tanggul
Sedapat mungkin mempersempit ukuran pematang dan tanggul di sekitar persawahan sehingga mengurangi kesempatan sebagai tempat pembuatan liang. Semakin lebar pematang, semakin banyak dijumpai liang tikus.
c). Sanitasi lingkungan
Kebersihan lingkungan persawahan terhadap semak-semak dan rerumputan yang menjadi tempat persembunyian tikus sangat membantu menekan perkembangan populasi tikus. Pada saat setelah panen, diusahakan menghindari penumpukan jerami di persawahan. Tumpukan-tumpukan jerami ini menjadi tempat persembunyian dan liang tikus . Berdasarkan pengamatan lapang ditemukan bahwa puncak populasi terjadi pada saat 2-5 minggu setelah panen.
d). Pemasangan bubu perangkap di persemaian
Persemaian mempunyai daya tarik yang kuat terhadap tikus, karena persemaian merupakan satu-satunya sumber makanan pada saat di persawahan tidak terdapat banyak makanan atau tanaman. Pada saat ini, populasi tikus masih sangat rendah, karena belum mengalami perkembangbiakan.
Pemagaran persemaian menggunakan plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap merupakan alternatif yang perlu dilaksanakan, paling tidak dipersemaian yang berdekatan dengan daerah tempat persembunyian tikus. Pemagaran dan pemasangan bubu perangkap akan lebih efektif apabila persemaian dalam keadaan berkelompok atau terkonsentrasi pada suatu tempat atau lokasi. Jumlah bubu 2-4 buah setiap persemaian, dipasang pada sudut-sudut petak persemaian. Tinggi pagar plastik + 50 cm. Bubu dipasang didalam petak persemaian, di depan lubang pada pagar plastik yang telah dibuat terlebih dahulu. Dengan demikian lubang bubu tepat berhimpitan dengan lubang plastik. Di sekeliling petak persemaian di luar pagar plastik dibuat parit kecil berisi air, agar tikus tidak dapat memanjat pagar plastik. Di depan pintu masuk (lubang bubu) di luar pagar plastik dibuat timbunan rerumputan atau tanah berumput, sebagai tempat tikus bertengger sebelum masuk lubang bubu sehingga tikus tidak curiga. Tikus yang tertangkap dalam bubu kemudian dimatikan.
Dengan demikian, pengendalian dengan pemasangan bubu perangkap pada saat ini diharapkan mampu menekan populasi awal serendah mungkin. Dampak akhirnya populasi tikus pada fase tanaman generatif tidak akan menimbulkan kerusakan yang tinggi. Untuk itu kegiatan ini dilakukan di daerah-daerah yang memang selalu mengalami kerusakan yang berat oleh tikus.
e). Pemasangan bubu perangkap di pertanaman
Di pertanaman dapat pula dipasang pagar plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap. Pemasangan terutama di tempat-tempat yang diduga rawan, jalur migrasi atau berbatasan dengan daerah yang merupakan tempat persembunyian tikus sepanjang 50–100 m. Jarak antara bubu perangkap 10–20 m. Pemasangan dilakukan segera setelah tanaman berumur 1 – 2 minggu. Dengan demikian tikus yng bermigrasi ke pertanaman tersebut terperangkap.
f). Pemanfaatan tanaman perangkap
Tanaman perangkap dapat diupayakan dengan menanam lebih dahulu dibandingkan sekitarnya atau tanaman berumur genjah. Luas petak tanaman perangkap 25 – 100 m2. Sebagaimana sifat tikus akan memilih tanaman ini dari pada sekitarnya.
Petak tanaman perangkap diberi pagar plastik dan dikombinasikan dengan bubu perangkap sebagaimana dilakukan pada persemaian. Berdasarkan perhitungan daya jelajah harian tikus sejauh + 100 – 200 m, maka setiap + 13 ha dapat diwakili satu petak tanaman perangkap.
g). Pemanfaatan musuh alami
Tindakan yang perlu dilakukan adalah tetap menjaga kelestarian jenis-jenis musuh alami dengan jalan tidak menangkap dan mematikan, memberikan perlindungan dan membiarkan hidup bebas. Musuh alami tersebut antara lain; kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan burung hantu.
h). Cara fisik dan mekanik
Banyak cara fisik dan mekanik yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian tikus yaitu antara lain :
-
Penggenangan lahan : Penggenangan lahan dengan air agar liang-liang aktif tikus tergenangi air sehingga anak-anak tikus yang berada didalamnya mati.
- Gropyokan : Pembongkaran liang dan menangkap serta mematikan tikus secara beramai-ramai, dikenal sebagai cara gropyokan. Gropyokan akan lebih efektif bila dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari pencari dengan menandai liang aktif, pembongkaran liang dan pemburu tikus. Bantuan anjing yang telah terlatih akan meringankan beban petani. Gropyokan dapat dilakukan pagi atau malam hari. Agar tidak merusak pertanaman sebaiknya cara ini dilakukan pada saat tidak ada pertanaman di sawah.
-
Pemasangan bambu sebagai perangkap : Dipilih bambu dengan diameter + 10 cm dan panjang + 2,5 m. Semua buku-buku antar ruas yang menjadi penyekat lubang dihilangkan, sehingga dapat tembus pandang dari kedua ujungnya. Bambu dipasang di pematang atau tempat lintasan tikus sejak tanaman padi berumur + 1 bulan atau setelah ditemukan serangan. Sesuai dengan sifat tikus, bambu akan digunakan sebagai tempat bersembunyi tikus. Setiap 2 – 3 hari pada siang hari yaitu pukul 09.00 – 11.00, bambu diamati. Apabila terdapat tikus yang bersembunyi, dengan cepat tikus dimasukan ke dalam karung melalui salah satu ujung bambu dan kemudian dimatikan.
-
Pemanfaatan jaring : Pada saat tanaman mulai rimbun, dan tikus masih belum masuk ke dalam liang, dapat dimanfaatkan jaring untuk menangkap tikus. Jaring digantungkan pada tanaman pada lokasi yang telah ditentukan memanjang dan membentuk sudut di pinggir pematang. Secara beramai-ramai 10 – 15 orang melakukan penggiringan tikus yang ada ditengah persawahan ke arah jaring digantungkan. Tikus-tikus yang berada di tengah persawahan akan terjaring dan kemudian dimatikan.
i). Fumigasi atau pengemposan dengan asap beracun
Cara ini dapat dilakukan dengan emposan tradisional maupun brender. Apabila menggunakan brender, belerang diletakan di mulut liang dan api brender disemburkan ke arah belerang sehingga asap masuk ke dalam liang. Setelah asap cukup banyak masuk lubang segera ditutup dengan tanah. Pengemposan paling efektif pada stadia keluar malai dan pemasakan karena pada saat itu tikus sedang masa berkembang biak dan banyak tinggal di liang. Apabila populasi tinggi pengemposan 2-4 minggu setelah panen dan menjelang pengolahan tanah memberikan hasil yang efektif.
j). Pengumpanan beracun
Pengumpanan beracun efektif bila tidak ada tanaman di lapang dan dapat dilakukan apabila ditemukan serangan > 10 %. Umpan diletakan pada tempat-tempat yang banyak dikunjungi atau dilewati tikus. Apabila umpan yang dipasang habis, berarti populasi tikus tinggi, perlu dilakukan pengumpanan ulang pada saat menjelang akhir anakan maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar