Senin, 24 September 2007

Silang Budaya Tiongkok Indonesia

pagie semoea, berhoeboeng kelompok pemoeda-pemoedie thak sempat ke perpustakaan nasional dan gedung arsip, maka saya membeli buku ini di toko buku Gramedia sebagai bahan referensi . . . boekoe ini sangat menarik dan coekoep lengkap loch!!!!!!! soedah dibaca beberapa halaman, kami juga akan membahas dan mengambil kesimpulan nya...

Cover buku tampak depan (hasil scan)


Penulis : Prof. Kong Yuanzhi

Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Tionghoa oleh : Penerbit Universitas Peking, Maret 1999

Pengalih bahasa
: Xie Zhiqiong
Prof. Kong Yuanzhi
Xie Yinghua

Penyunting : Xie Zhiqiong

Desain : Anthenrys

Edisi bahasa Indonesia diterbitkan oleh : Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer (BIP)

Banyak halaman : 577 halaman

Cover buku tampak belakang (hasil scan)


Nama : Kong Yuanzhi
Jenis kelamin
: Pria

Tempat/tanggal lahir
: Shanghai, Tiongkok/10Mei 1937

Pekerjaan sekarang
: Guru besar di jurusan Bahasa dan Kebudayaan Indonesia,
fakultas Studi Ketimuran (oriental Studies), Universitas Peking.

Alamat
: Foreign Languages Building, Peking University, Beijing, 100871, Tiongkok

Telepon
: 0086-10-62756988

Fax
: 0086-10-62751574 / 62482800

E-mail : bip_jkt@cbn.net.id

dari DAFTAR ISI

semoga daftar isi dari buku ini dapat membantu rekan-rekan dalam mencari data

Kata Sambutan I
Kata Sambutan II
Kata Sambutan III
Kata Pengantar

Bab I

Hubungan Asal-Usul Bangsa Tionghoa dan Bangsa Indonesia

1.1 Manusia Tertua di Kepulauan Nusantara

1.2 Persebaran Orang Melayu Prasejarah

1.3 Dua Jalur Persebaran Orang Melayu Prasejarah

Bab II
Agama

2.1 Hubungan Tiongkok-Indonesia di Bidang Agama di Masa Silam

2.2 Kunjung-mengunjung Umat Agama Kedua Negara Selama Setengah Abad Ini

2.3 Orang Tionghoa Indonesia dan Agama Orang Tionghoa Indonesia

Lampiran 1 : Wihara Dharma Bhakti, Wihara Budha Tionghoa di Jakarta

Lampiran 2 : Klenteng Sam Po Kong di Semarang

Bab III
Sastra

3.1 Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia

3.2 Hubungan Budaya Tiongkok-Indonesia Selama Setengah Abad Ini

3.3 Sastra Tiongkok Diterjemahkan ke Dalam Bahasa Indonesia Sejak 1950

Lampiran 3 : Cerita Sam Pek Eng Tay di Indonesia

Lampiran 4 : Terjemahan Karya Sastra Indonesia ke Dalam Bahasa Tionghoa (1949-1999)

Lampiran 5 : Cerita Rakyat Tentang Kunjungan Zheng He ke Indonesia

Bab IV

Bahasa

4.1 Bahasa Kunlun Dalam Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu

4.2 Kata Pinjaman Bahasa ionghoa dalam Bahasa Melayu-Indonesia

Lampiran 6 : Kata Pinjaman Bahasa Tionghoa Dalam Bahasa Melayu-Indonesia

4.3 Kata Pinjaman Bahasa Melayu Dalam Bahasa Tionghoa

Lampiran 7 : Kata Pinjaman Bahasa Melayu dalam Bahasa Tionghoa

4.4 Orang Tionghoa Indonesia dan Kelahiran Bahasa Indonesia

4.5 Kamus Dwibahasa (Indonesia-Tionghoa,Tionghoa-Indonesia) dan Lain-lain

Lampiran 8 : Kamus-kamus Indonesia-Tionghoa dan Tionghoa-Indonesia (1878-2000)

Bab V

Kesenian, Olahraga, dan Bangunan

5.1 Musik dan Tari

5.2 Drama dan Film

5.3 Silat Wushu dan Qikung

5.4 Arsitektur, Ukiran, Lukisan, dan Sebagainya

Lampiran 9 : Klenteng Keturunan Tionghoa di Indonesia

Bab VI
Kedokteran dan Teknik Produksi

6.1 Kedokteran dan Obat-obat Tradisional Tiongkok

6.2 Penambangan dan Alat-alat dari Logam

6.3 Pelukuan Tanah, cara bercocok tanam, dan Perikanan

6.4 Pembuatan the, Kertas, dan Pertenunan Sutra

6.5 Pembuatan Gula, Arak, dan Minyak

6.6 Pembuatan Kapal

6.7 Pembuatan Mesiu, Senjata Api, dan Lain-lain

Bab VII

Alat-alat Keperluan Hidup dan Adat-istiadat

7.1 Tembikar dan Keramik

7.2 Mata Uang dan Sukatan

7.3 Pertenunan, Pakaian, Percetakan, dan Pencelupan

7.4 Barang kebutuhan Sehari-hari, Masakan, dan Adat Istiadat

Bab VIII

Hubungan Persahabatan Kerja sama, dan Pertukaran Budaya Tiongkok-Indonesia Selama Belasan Tahun Terakhir

Bab IX

Ciri-ciri, Arti Penting, dan Prospek Hubungan Kebudayaan Tiongkok-Indonesia

9.1 Ciri-ciri Hubungan Kebudayaan Tiongkok-Indonesia

9.2 Makna dan Prospek Hubungan Budaya Tiongkok-Indonesia


Kepustakaan A

Kepustakaan B

dari KATA SAMBUTAN

Prof. Dr. Sukamdani S. Gitosardjono

Bertepatan dengan ulang tahun ke-55 terjalinnya hubungan diplomatik RI-RRT (1950-2005), kami sangat senang dengan terbitnya buku berjudul Silang Budaya Tiongkok-Indonesia (edisi Bahasa Indonesia), karya Prof. Kong Yuanzhi.

Karya ini berisi silang budaya antara Indonesia dan Tiongkok secara histories, kronologis, dan menyeluruh meliputi hubungan etnik, agama, sastra, bahasa, kesenian, olahraga, arsitektur, ilmu pengobatan, teknologi produksi, alat dan perkakas, serta adat istiadat kehidupan. Yang lebih penting lagi, karya ini menyoroti pula hubungan persahabatan dan kerjasama serta pertukaran budaya Indonesia-Tiongkok setelah pemulihan hubungan diplomatik kedua Negara (1990). Sebagai penutup, Prof. Kong menguraikan ciri-ciri, arti penting dan prospek silang budaya kedua bangsa kita. Karya ini dapat dikatakan sebagai sebuah karya akademis yang paling lengkap dan berbobot mengenai silang budaya kedua tetangga dekat Indonesia dan Tiongkok hingga kini.

Prof. Kong Yuanzhi yang lahir di Shanghai (1937) adalah seorang guru besar bahasa dan budaya Indonesia di Universitas Peking dan sarjana peneliti masalah Indonesia kenamaan di Tiongkok. Tamat dari Jurusan Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa-bahasa Timur Universitas Peking pada tahun 1961. Ia menerima penataran Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia, Jakarta selama 1964-1965. Setelah itu, ia pernah melakukan kunjungan akademis ke Belanda, Inggris, Perancis, Italia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Australia dan sebagainya, di samping telah belasan kali berkunjung ke Indonesia. Dari kunjungan-kunjungannya itu, ia berhasil mengumpulkan banyak data yang berharga. Sampai kini ia berkecimpung di bidang pengajaran bahasa dan budaya Indonesia selama 40 tahun lamanya.

Dari bahan-bahan historis karya ini, dapat kita lihat bahwa hubungan budaya kedua bangsa kita sudah terjalin jauh sejak zaman prasejarah. Hubungan ini memainkan peranan sangat positif tidak saja bagi perkembangan dan kepentingan kedua bangsa, tetapi juga bagi perkembangan dan kepentingan seluruh kawasan ini.

Kami yakin , penerbitan buku Prof. Kong Yuanzhi di Indonesia niscaya akan memajukan persahabatan Indonesia-Tiongkok, sekaligus akan bermanfaat bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

dari KATA PENGANTAR

Prof. Kong Yuanzhi diterima oleh Fakultas Bahasa-bahasa Timur Universitas Peking pada tahun 1956. Tapi ia bingung ketika dianjurkan oleh dekan fakultas agar memilih salah satu jurusan karena fakultas itu terdiri dari belasan jurusan, antara lain jurusan bahasa Arab, Hindi, Urdu, Indonesia, Jepang, Vietnam, Thailand, Korea, Mongolia, dan sebagainya. Dosen-dosen di berbagai jurusan berebutan memperkenalkan negara mereka yang bahasanya dipelajari di tiap jurusannya. Misalnya, dosen Jurusan Bahasa Arab mengatakan bahwa seseorang akan mudah berkunjung ke banyak negara di Arab jika ia menguasai bahasa Arab. Dosen Jurusan Bahasa Hindi menuturkan kepadanya bahwa kebudayaan India memiliki sejarah yang panjang dan terkenal. Tetapi, ia lebih tertarik pada informasi tentang Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan “bahasa Italia di Timur”, dan bahasa Italia sendiri dianggap sebagai bahasa yang paling merdu di dunia. Demikian kata dosen Jurusan Bahasa Indonesia kepadanya. Indonesia memiliki sumber alam yang berlimpah ruah sehingga mendapat julukan “bagai serangkaian jamrudyang melilit katulistiwa”. Yang lebih penting adalah rakyat Indonesia cerdas, rajin, heroik dan ramah. Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-8 merupakan salah satu keajaiban dunia. Bangsa Indonesia gagah berani melawan kaum penjajah. Tidak kalah pentingnya ,kira-kira 2000 tahun yang lalu sudah terjalin hubunga persahabatan antara bangsa Tionghoa dengan bangsa Indonesia.

Pada bulan September 1956, Presiden Soekarno diundang melakukan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok dan berpidato di Beijing. Mahasiswa-mahasiswi Universitas Peking saat mendapat kehormatan karena dapat turut mendengarkan pidato dari Presiden Soekarno. “Sekali merdeka, tetap merdeka!” demikian seruan Presiden Soekarno dalam pidatonya yang berapi-api membakar semangat dan mengesankan.

Sekembalinya ke Universitas Peking, Prof. Kong berkata dalam hatinya Indonesia indah, kebudayaannya cemerlang, sumber alamnya melimpah, rakyatnya cerdas, heroik dan bersahabat, pemimpinnya hebat. Ah, tunggu apa lagi? Pilihlah jurusan Bahasa Indonesia! Maka sejak tahun 1956, dia mulai berkecimpung di bidang bahasa dan kebudayaan Indonesia. Sampai saat ini berarti sudah hampir setengah abad ia menerjuni bidang ini.

Pada tahun 1960, ia mulai tertarik pada hubungan budaya Tiongkok-Indonesia. Yang pertama-tama membuat menarik baginya adalah kata pinjaman antara bahasa Tionghoa dengan bahasa Indonesia.

Dia merasa beruntung mendapat kesempatan riset di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1964-1965) setelah tamat dari Jurusan Bahasa Indonesia Universitas Peking. Pada suatu hari, dia membeli buku lama di kaki lima Jalan Kwitang, Jakarta.

“Berapa harga buku ini?” tanya Prof. Kong.

“Gocap,” kata si penjual.

“Apa? ‘Gocap’?” tanyanya bingung.

“Eee, dari logat lu, lu dari Tiongkok. Orang sana kok tak tahu ‘gocap’? Itu kan kata Hokian!”

“O, aku dari Shanghai. Tak tahu dialek Hokian.”

Sebagai cendekiawan yang sudah belajar Bahasa Indonesia di Universitas Peking selama lima tahun, dia merasa malu karena tidak tahu “gocap”, “cepek”, “ceceng”, dan sebagainya. Maklum, karena yang diajarkan di Universitas Peking adalah bahasa baku, bukan “Melayu Pasar”. Berapa banyak kata pinjaman bahasa Tionghoa, khususnya dialek Fujian (Hokian) Selatan dalam bahasa Melayu/Indonesia? Apakah ciri-ciri kata pinjaman itu? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang membuat dia mulai mengumpulkan data dan membuat kajian di Jawa, Sumatra dan Fujian Selatan sejak tahun 1964.

Pada tahun 1986, Prof. Kong berhasil menulis suatu makalah yang melampirkan daftar yang mencatat 507 kata pinjaman bahasa Tionghoa dalam bahasa Melayu berdasarkan penelitiannya pada delapan kamus, antara lain Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Kamus Dewan, A Malay-English Dictionary, dan sebagainya. Selain itu, dibahas pula sebab-musabab banyaknya kata pinjaman dialek Fujian Selatan dalam bahasa Melayu/Indonesia.

Makalahnya dalam bahasa Inggris itu telah dimuat di jurnal Belanda Bijdragen Tot de Taal, Land- en Volkenkunde, No. 4, 1987, dan mendapat penghargaan tertulis dari Prof. Dr. A. Teeuw sebagai dosen pembimbingnya di Universitas Leiden, Belanda (1986-1987). Menurutnya, makalah itu “is on an international level of good scholarship” (A. Teeuw, Leiden, 9 Juni 1986). Sebagai hasil pembahasan selanjutnya, Prof. Kong menemukan 1046 kata pinjaman bahasa Tionghoa dalam bahasa Melayu. Makalah itu dimuat di jurnal Dewan Bahasa Malaysia (8-9, 1993).

Selama ini, dia sudah berkunjung ke Indonesia belasan kali. Ternyata topik Silang Budaya Tiongkok-Indonesia berkaitan dengan sepanjang sejarah dan mencakupi berbagai bidang. Masalah kata pinjaman hanyalah satu bagian kecil darinya. Selama ini, dia juga telah mengumpulkan banyak data, membaca ratusan buku dan makalah yang berkaitan sebagai persiapan menulis buku Silang Budaya Tiongkok-Indonesia. Dalam buku ini, hampir semua kutipan penting diberi catatan sumber. Di samping itu dilampirkan juga foto-foto yang berharga.

“Budaya” dalam pengertian sempit mengacu kepada hasil kegiatan dan akal budimanusia seperti sastra, seni, pendidikan, kepercayaan, adat istiadat, dan sebagainya. Sedangkan “budaya” dalam pengertian luas mengacu kepada keseluruhan pengetahuan dan penciptaan manusia baik mengenai rohani maupun berkaitan dengan materi. Bukunya ini mengambil perngertian luas tersebut.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kreatif, sekaligus bangsa yang pandai menerima dan mengolah segala budaya asing yang berharga, antar alain budaya Hindu, Tionghoa, Arab, dan Barat. Dalam hubungan budaya antarbangsa, suatu bangsa memberi pengaruh kepada bangsa lain dan sekaligus menerima pengaruh dari bangsa lain. Pengaruh budaya antarbangsa senantiasa bersifat timbale balik. Tak terkecuali hubungan budaya Tionghoa-Indonesia.

Dalam buku ini, di satu pihak diuraikan berbagai pengaruh budaya Tionghoa terhadap Indonesia (misalnya, kata-kata tahu, taoge, kue, kecap, klenteng, capcai, angpao, bakiak, dan sebagainya adalah kata pinjaman bahasa Tionghoa dalam bahasa Melayu/Indonesia), dibeberkan pula pengaruh budaya Indonesia terhadap Tionghoa di lain pihak. Misalnya, kata-kata pinang, sarung, durian, sagu dan sebagainya dalam bahasa Tionghoa dipinjam dari bahasa Melayu/Indonesia.

Porselen di Jingdezhen (Tiongkok) terkenal di dunia. Namun, peningkatan kualitas porselenn itu berkaitan dengan pemanfaatan bahan baku dari Sumatra dan Kalimantan. Jauh di abad ke-10, minyak tanah telah diperkenalkan ke Tiongkok oleh Indonesia. Menurut seorang ulama termasyhur Tiongkok, tersiarnya Islam di pesisir tenggara Tiongkok tak terpisahkan dengan pengaruh Islam dari kepulauan Nusantara. Selain itu, sastra, tarian dan lagu, batik, serta masakan Indonesia pun mendapat sambutan baik di Tiongkok.

Bukunya yang berjudul Hubungan Budaya Tiongkok-Indonesia (edisi bahasa Tionghoa) telah diterbitkan oleh Peking University Press (1999). Atas dasar itu, telah ditambah banyak data baru yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Bp. Xie Zhiqiong, Bp. Xie Yinhua dan Prof. Kong sendiri. Dan akhirnya buku ini dapat diterbitkan di Indonesia.

FOTO-FOTO (hasil scan)

Presiden Suharto mengunjungi masjid Dong Si, Beijing, bersama rombongan (16 November 1990)

Delegasi Islam Tiongkok mengunjungi Indonesia (Oktober 1991)
(foto atas) Kelenteng Sam Po Kong memperingati Zheng He di Semarang, Jawa Tengah
(foto bawah) Pintu depan kelenteng Sam Po Kong, Semarang, Jawa Tengah

Klenteng Tong Kang memperingati pengemudi rombongan kapal Zheng He
Kelenteng Ronggeng Sam Po Kong di Ancol, Jakarta. Dimana didirikan patung pemasak rombongan Zheng He serta istrinya penari indonesia Sitiwati
Tari Bali (lukisan oleh Wong Hui)
Seniman Tiongkok belajar menyanyi dan memainkan instrumen dari sahabat-sahabat Indonesia
Lonceng Cakra Donya di Museum Aceh. Lonceng ini adalah cenderamata Tiongkok abad ke-15
Mao Zedong Zhu De mendampingi presiden Soekarno menyaksikan kumpulan lukisan Presiden Soekarno (Okt, 1956)
Sambutan Soekarno untuk penerbitan majalah
Keramik Sendok Naga dengan email hijau tipis buatan zaman Dinasti Han, yang ditemukan di Kalbar
Tembikar berkuping dua Dinasti Han, ditemukan di Pendagri, pantai timur Sumatra.
Keramik berlukiskan naga dan Phoenix di Singkawang, Kalimantan Barat Porselen Tiongkok masa silam di Museum Jakarta (Foto Prof. Hembing W) Presiden Liu Shaoqi dijamu oleh Presiden Soekarno di Indonesia (1963)
Presiden RI Megawati Soekarnoputri berkunjung ke Beijing dan diterima oleh Presiden RRT Jiang Zemin (Maret 2002)
Presiden RRT Hu Jintao bersama Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono Zhou Enlai berpidato pada Konferensi Asia Afrika di Bandung (April 1955)
Presiden Mao Zedong dan Presiden Soekarno di atas tribun kehormatan Tian An Men (Beijing 1956)

Tidak ada komentar: